Recent Posts

Senin, 24 Juni 2013

Ibuku, Kartiniku

Oleh Nailil Maghfiroh


Langit cerah pagi ini tak mampu membuat hatiku damai. Pasalnya, perasaan takut sesuatu terjadi pada Ibu menghantuiku. Ibu, yang sudah hampir dua tahun mengadu nasib ke Negeri Jiran kini tak ada kabar. Kucoba datangi Dinas Ketenagakerjaan terkait, namun hasilnya tetap nihil. Nomor yang selama ini membantu kami berkomunikasi pun tak aktif. Akhirnya, kucoba kirimkan surat ke alamat rumah dimana ibu tinggal.
Pelan-pelan kusampaikan kegundahanku ini pada Ayah. Beliau hanya diam. Terlihat kesedihan dari raut wajahnya. Ayah, yang selama ini menggantikan posisi Ibu di rumah, bagiku adalah sosok yang bijak.
Aku sebenarnya terlahir dari keluarga yang mampu dalam segi ekonomi. Namun, ketika aku duduk di bangku SMA, Ayah mengalami kecelakaan. Sebagian besar harta Ayah habis untuk biaya rumah sakit. Parahnya, sebelum Ayah sembuh total, perusahaan beliau gulung tikar. Akhirnya kami pun hidup seadanya.
Ibu, sosok yang cantiknya selalu terpancar, sebenarnya terlahir dari keluarga kaya. Namun, beliau tak pernah malu dengan kondisi keluarga kami. Bahkan yang membuatku bangga, Ibu tetap mendampingi Ayah, tak pernah berkeluh kesah. Hingga suatu hari ketika aku lulus dari bangku SMA, dan adik bungsuku lulus dari SMP, ibuku benar-benar tak sanggup untuk terus berdiam diri. Beliau pun meminta izin Ayah untuk bekerja. Beliau hanya berharap agar aku dan adikku bisa melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang tertinggi.
Tahun pertama kepergian Ibu memang membuat keluargaku terpuruk. Namun hasilnya, aku bisa melanjutkan kuliah di universitas ternama, dan adikku bisa tetap bersekolah di sekolah favorit.
Dering suara telepon rumah memaksaku terbangun dari lamunan. Ah, ini pasti dari rekan Ayah.
”Assalamu’alaikum...”
Aku tak kuasa membendung airmata, terdengar suara dari seberang terus memanggil. Orang yang mengaku teman Ibu, mengatakan bahwa Ibu hendak pulang, dan aku diminta untuk bersiap-siap.


***

Malam ini kami hanyut dalam suasana duka. Tangis pun tak terbendung. Ternyata ibu yang selama ini kami banggakan harus pergi untuk selamanya tanpa kami ketahui detik-detik kepergiaanya.
Mobil ambulans mengantar jenazah ibu dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Ibu meninggal dunia karena penyakit tumor stadium empat. Rupanya rumah sakit Elizabeth Kuala Lumpur pun tak mampu menangani penyakit yang ibu derita.
Ibu, sosok yang menginspirasiku, sosok Kartiniku..., karena beliau kami tetap melanjutkan pendidika.. Terimakasih Ibu, kami akan berusaha menjadi anak yang berguna, untukmu, untuk ayah, untuk agama dan negara tercinta.


 Buletin PERDU #6

0 komentar:

Posting Komentar