Recent Posts

Senin, 24 Juni 2013

Dua Hari


“Ahh, menyebalkan!” gumamku.
Seharusnyaakubisamenggambarlagi di tamanhariini, tapitiba-tibasajaada orang yang menempatibangku yang biasaakududuki. Tadinyaakusudahmemintadenganbaik-baikuntukmemintanyamencaribangkulain, namundiamalahmenolaknyadengankeras.
            “Apa hakmu mengusirku dari sini!?Bukankah di siniadapuluhanbangku?Mengapatidakcaribangkulainsaja?
            Denganberathatiakupunmenyerahkanbangkukesayangankuituke orang lain yang bahkanakutidaktahunamanya.
***
Beberapa hari selanjutnya ia terus berada di bangku itu, ia selalu sampai lebih dulu dan memaksaku duduk di bangku lain. Membuatkutidakbisanyamanmenggambar, namun tiba-tibaia menghampiriku.
            “Apa bangku itu berarti buatmu hingga menyebabkanmu sangatmenginginkannya?”
            “Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu?”
            “Aku tidak secuek yang kamu kira, aku selalu memperhatikanmu melangkah ke arah bangku itu, namun aku lebih dulu berada disana.”
Aku tak menyangka ia begitu, tidak seperti yang terlihat oleh mataku.
            “Aku Jhovian.” Ia mengulurkan tangannya.
            “Aku...”
            “Aurelia, bukan? Aku bisa membaca namamu dari seragammu.”
            “Hmm, iya benar.” gumamku.
            “Kamu pandai menggambar rupanya?” ia memperhatikan gambar yang belum aku selesaikan itu.
            “Tidak juga, aku hanya suka mencurahkan apa yang kulihat dan menorehkannya di atas kertas.”
            “Gambarmu benar-benar bagus!” ia mengambil gambarku dari tanganku.
            “Tidak terlalu bagus akhir-akhir ini.”
            “Apa karena kamu tak lagi menggambar di bangku itu?”
Aku kaget mendengar pertanyaannya, aku tidak menyangka ia berpikir sejauh itu.
            “Maaf jika aku merebut bangkumu. Sejujurnya aku juga suka menggambar, memang beberapa orang mempunyai tempat spesial untuk menggambar. Dan akupun juga merasa nyaman di situ.”
            Ia terus memandangku.
            “Baiklah, kamu boleh kembali ke bangku itu tapi dengan satu syarat.”
Aku mengernyitkan dahi.
            “Apa syaratnya?”
            “Adikku sedang sakit, ia memintaku menggambar wajahnya sebagai hadiah ulang tahunnya dua hari lagi. Namun aku hanya mampu menggambar melalui corel draw, sedangkan aku merasa tidakpuas dan tidak mampu jika aku menggambar di atas kertas. Jadi, maukah kau menggambar wajah adikku untukku?”
Tampak raut mukanya mulai mendung, matanya sayu.
“Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu.”
“Terimakasih. Ini fotonya adikku. Dia seumuran denganmu. Bisakah kamu menyelesaikannya dalam dua hari?”
“Tentu saja”
“Oke, aku akan menemui lagi. Disini di jam yang sama.”
“Baiklah, aku tunggu”
“Sampai jumpa”
Ia pergi begitu saja dari hadapanku, menghilang di penghujung jalan.
***
Keesokan harinya aku mulai menggambar wajah adiknya, wajah yang sangatcantikmenurutku. Seperti yang dijanjikan, aku kembali lagi ke bangkuku semula. Namun ia tidak terlihat datang ke taman.
            Ahh, mungkin ia sedang menemani adiknya.” Pikirku.
Aku menyelesaikan gambar itu tepat pada waktunya. Akudatang ke taman itu seperti yang telah di janjikansebelumnya. Selang satu jam, dua jam aku menunggunya, ia tak kunjung datang. Aku mulai resah.
            “Dimana dia sekarang? Apa ia lupa?”
            Sambilmenunggu aku mengambilfotoadiknyadaritasku. Namun aku terheran-heran ketika menemukan sebuah tulisan di balik foto itu. Bahkan aku baru tahu jika ada tulisan di situ, membuatku tertarik untuk membacanya.
            “Terimakasih, kamu sudah bersedia menggambar wajah adikku untukku. Namun, jika ternyata dua hari lagi aku tak datang menemuimu, mungkin...”
Dan tiba-tiba, pipikupun terasa basah.


Buletin PERDU #5

0 komentar:

Posting Komentar