Recent Posts

Senin, 24 Juni 2013

Mobilitas Wanita

Oleh Ichsan Arditia


Semenjak  era reformasi berdiri, kebebasan berpendapat tiap individu semakin luas. Tidak hanya permasalahan mengenai hak asasi manusia atau kebebasan pers yang populer dalam reformasi, namun istilah persamaan derajat kaum wanita atau yang biasa disebut dengan penyetaraan gender semakin marak dibicarakan. Seakan nama ini menjadi hal yang paling up to date di zaman sekarang.
Penyetaraan gender ini semakin didukung oleh adanya sejarah yang bercerita tentang perjuangan seorang wanita atas haknya, yaitu ibu sekaligus pahlawan nasional kita, Raden Ajeng Kartini, yang pada bulan ini beliau dilahirkan. Namun secara tidak sengaja banyak kaum wanita yang salah kaprah dalam memaknai emansipasi wanita yang telah diperjuangkan oleh beliau. Tentu kita mengetahui bahwa pada zaman dahulu kaum wanita tidak diperbolehkan menikmati pendidikan dan hanya mengurus pekerjaan rumah saja. Namun R.A. Kartini berkontradiksi dengan tradisi tersebut dan mulai memperjuangkan haknya sebagai seseorang  yang ingin mengenyam pendidikan. Beliau pun akhirnya menjadi agen mobilitas sosial vertikal bagi para kaumnya dan dikenang sepanjang masa.
Di sinilah yang mungkin perlu diperhatikan bahwa beliau memperjuangkan haknya sebagai manusia yang layak mendapat pendidikan karena memang harus mencari ilmu, bukan meminta untuk disetarakan derajatnya dengan kaum laki-laki. Wanita memang perlu mendapatkan pendidikan agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, namun tidak seyogyanya wanita memanfaatkan mobilitas ini untuk menuruti kehendaknya sendiri. Hal tersebut dikarenakan wanita mempunyai tempat yang spesial dalam tata kehidupan masyarakat. Wanita mempunyai batas–batas tertentu yang tidak boleh dilanggar, seperti tata berpakaian, tata kesopanan, dan juga tata kesusilaan yang tentunya tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita pun juga mempunyai fitrah untuk berperilaku lemah lembut dan berhati mulia sesuai dengan norma dan nilai yang ada.
Contoh kasus-kasus yang ada seperti kekerasan dalam rumah tangga, pengeksploitasian wanita dan pornografi-pornoaksi yang saat ini marak terjadi lebih kurang disebabkan oleh kesalahpahaman dalam mengartikan kebebasan berpendapat dan kesetaraan derajat antara wanita dan pria. Pandangan yang salah tersebut kemudian bisa menjadi ideologi yang tidak dapat dibenarkan. Inilah yang perlu dipahami dan diwaspadai oleh kaum wanita agar mobilitas yang terjadi tidak mengubah citra wanita sebagai seorang yang ”wani ing tata” dan berhati mulia.

Buletin PERDU #6

0 komentar:

Posting Komentar