Recent Posts

Senin, 24 Juni 2013

Hujan di Senja Bulan Juni


Dulu, tak ada yang lebih kurindukan selain hujan di senja Bulan Juni. Seingatku, dulu jarang sekali hujan turun pada bulan keenam ini. Sampai-sampai penyair kawakan negeri ini mengisahkannya dalam sebuah puisi:
Tak ada yang lebih tabah daripada hujan Bulan Juni...
            Mungkin pengaruh perubahan iklim, seperti yang selama ini disangkakan para ahli. Meski kadang aku pikir, Tuhan menggeser hujan ke Bulan Juni untuk menjawab doa-doa yang selalu kulayangkan pada senja.
Ah, sudahlah. Bukankah rindu seorang gadis saja tak mungkin bisa memaksa alam berubah?
Dulu pernah aku pikirkan, jauh lebih mudah andai saja aku bisa jadi Gumiho, rubah berekor sembilan di legenda China Kuno yang bisa mendatangkan hujan hanya dengan tangisnya. Namun aku tak bisa, makanya aku hanya mengundang hujan lewat do’a. Ah, bukankah kata Pak Ustad, memang hanya lewat sana kita bisa meminta? Lalu entah bagaimana senja di Juni tahun ini seringkali menurunkan hujan, hingga aku mulai nyaris bosan. Karena ternyata yang kutunggu tak lantas datang bersama hujan.
Sempat kukira pria tua itu akan muncul lagi di depan surau, jika hujan turun selesai aku mengaji. Kupikir dia akan menungguku keluar dengan dua payung di tangannya. Namun bahkan meski sudah habis orang pulang selepas jamaah isya’, dia tak juga datang.
Ya, aku memang sedang menipu diriku sendiri. Karena aku tahu tak akan mudah merindukan seseorang yang sudah tidak ada, aku lalu melepaskan kerinduanku pada pertemuan terakhirku dengannya. Aku sedang merindukan pria tua di bawah payung itu, alih-alih benar-benar menginginkan hujan.
Apa tempat pria tua itu bekerja tak lagi meliburkannya di Bulan Juni, sehingga lama sudah dia tak pulang ke rumah? Dia mungkin lupa kalau hanya keras kepalanya saja yang bisa membuat keras kepala anak gadisnya berhenti. Untuk tidak bermain hujan, untuk tidak keluar malam.
Aku kalah, Tuhan.
Lalu aku biarkan tubuhku kuyup dibasahi hujan. Menikmati rindu yang sekian lama sudah kupendam.
Mungkin aku harus mulai terbiasa membawa payungku sendiri jika hujan turun lagi lain kali...
Dekanat, Juni 2013
Dien Ihsani
 Buletin PERDU #8

1 komentar: