Aku.
Lebih
memilih menjadi tuli, dari detak-detak
liar dunia
Ketika
gemerlap
lampu dalam hitam
Bersama
tubuh-tubuh
bergelayut
dalam nada.
Menyilaukan. Menjijikkan.
Aku.
Lebih
memilih menjadi buta, dari bayang maya kepalsuan.
Ketika
lembar-lembar
uang bersenandung angkuh.
Menjadi
tirani, meranggas
jiwa.
Memunculkan
noktah hitam mematikan.
Ketika
hijau menjadi
kelabu, ketika
jaya menjadi
runtuh,
dan Negara ini mati.
Semua
tampak seperti prekuel kematian
dari film hitam-putih membisu.
Mungkin
aku tak
melihat, ataupun
mendengar.
Tapi
lebih memilih memiliki hati.
Bangun.
Merasakan.
Mendalami.
Dengan
naluri titi
nada mutlak,
merangkai
kolase simfoni,
dari nada-nada liar yang acak,
menjadi melodi indah
Bangun.Merasakan.Mendalami.
Negara ini
di muka prekuel kematian.
Ketika
carut-marut
problema, mengekspansi
diiringi
tawa iblis.
Ketika darah dan nyawa yang dulu diperjuangkan
Untuk satu kata; ”Merdeka!”
Kini bagaikan tak berharga.
Akankah kau tetap diam?
Bangun. Rasakan. Dalami.
0 komentar:
Posting Komentar